Rilisan 2019 yang Patut Disimak
31 Desember
Menutup tahun 2019, redaksi suaka suara menyempatkan waktu guna memilih beberapa rilisan tahun tersebut untuk dimuat dalam senarai ini. Banyak album, album mini, dan EP yang dirilis pada tahun 2019, namun masing-masing dari kami memutuskan untuk memilih hanya beberapa di antaranya berdasarkan satu alasan tertentu: pesona dari keseluruhan masing-masing rilisan berikut memang membekas ke dalam telinga dan juga kepala kami, sehingga kami rasa nantinya patut pula disimak oleh pembaca.
Berikut adalah album, album mini, dan EP tersebut.
Oleh: Adrian Surya
1. Hindia – Menari dengan Bayangan
Beberapa tunggalan yang telah dilepas sebelumnya, khususnya “Secukupnya”, membuat saya cukup menantikan bentuk utuh dari kumpulan permasalahan Baskara yang nampak serupa dengan pengalaman saya, pun dengan pengalaman beberapa orang dalam generasi yang sama. Walaupun terdapat beberapa lagu yang terdengar cheesy, namun kekuatan album ini secara utuh dan konsep menarik yang disajikan pada beberapa nomor tetap membuat penantian saya terpuaskan.Nomor favorit: “Untuk Apa/Untuk Apa?”
2. Elephant Kind – The Greatest Ever
Tema maupun gaya musik dari “True Love”lah yang membuat saya mulai memperhatikan Elephant Kind. Oleh karena itu, konsep album ini sebagai perpanjangan atas tunggalan tersebut mampu menahan saya untuk tetap memperhatikan mereka. Tak hanya berkat beragamnya kisah cinta yang dihadirkan, tata suara dan gaya musik yang disuguhkan dalam album ini pun membuat saya semakin jatuh cinta terhadapnya.Nomor favorit: “I Believe in You”
3. The Japanese House – Good at Falling
Jika diminta menjajal seberapa baiknya kemampuan sebuah penyuara telinga dalam menghantarkan suara, album ini hampir pasti akan menjadi tolok ukur pertama yang saya gunakan. Pasalnya, sebuah standar baru dalam hal tata suara berhasil disajikan oleh tiap nomor melalui luasnya ruang suara yang tercipta berkat penempatan detail yang cukup jeli.Nomor favorit: “Maybe You’re The Reason”
4. Isyana Sarasvati - LEXICON
Selepas “Keep Being You”, kecuali saat ia berkolaborasi dengan Rara, saya tidak cukup tertarik untuk mengulik rilisan-rilisan Isyana, bahkan setelah sempat mengetahui bahwa beberapa tunggalan dari album ketiganya ini terdengar cukup berbeda dengan seluruh diskografinya hingga saat itu. Walaupun begitu, saat akhirnya berusaha mematahkan sifat acuh terhadap rilisan solois ini, saya justru mendapati diri tak dapat lepas dari takjub sejak mulai mendengarkan nomor pertamanya.Nomor favorit: “LEXICON”
5. yeule – Serotonin II
Sajian musik elektronik futuristik gelap yang sengaja dibuat terdengar cacat ini mampu membuat saya merasakan latar waktu dan tempat dari tema utama album ini—sebuah masa depan yang kacau sebab jiwa manusia dapat melebur dengan dunia maya. Penggambaran secara musikal tersebut kemudian semakin kuat terasa saat ditunjang oleh penggambaran visual yang disuguhkan melalui persona lolita gotik yang selalu diusung oleh gadis kelahiran Singapura ini.Nomor favorit: “Pocky Boy”
Oleh: Bambang Irawan
6. Rex Orange County – Pony
Apa yang bisa dilakukan oleh remaja berusia 21 tahun dengan sebuah keyboard dan kemampuan menulis di atas rata-rata? Rex Orange County dengan album terbaru yang berhasil melampaui ekspektasi pribadi saya adalah jawabannya. Semenjak Apricot Princess, Alex O’Connor terus berkembang tanpa meninggalkan persona seorang remaja yang penuh gelisah. Cukup sulit menyampaikan pujian yang tepat dalam menggambarkan betapa cintanya saya terhadap Pony, yang lagi-lagi juga menjadi wadah Connor dalam mengungkapkan kegelisahannya dan kegamangannya dalam menapak fase menuju dewasa. Album dengan banyak penambahan suara instrumen dawai ini baru dirilis pada akhir Oktober, namun mampu menjadi instant favourite. Saya rasa album ini akan memiliki rentang hidup yang lama di telinga sebab tak henti memberi kejutan pada tiap kali mendengarnya.Nomor favorit: "Always"
Oleh: Hana Rumaisha
7. Pamungkas – Flying Solo
Ketertarikan saya pada Pamungkas justru baru bermula sejak dirilisnya album kedua miliknya. Pamungkas seakan menunjukkan jati diri dalam kepiawaiannya meramu musik dengan mengambil peran penuh dalam keseluruhan pengerjaan album ini. Hal ini ditunjukkan oleh proses penulisan lirik, aransemen, mixing, mastering, hingga desain artwork album Flying Solo yang dikerjakan oleh dirinya sendiri. Vokal Pamungkas yang khas, beat yang bisa dibilang cukup sederhana namun padu, serta lirik yang penuh nuansa percintaan yang dekat dengan kehidupan muda mudi menjadikan album ini mudah dinikmati dan menarik perhatian.Nomor favorit: "To The Bone"
0 comments