Various Artists — Independent Love Songs: and Love Will Never be The Same (Ulasan)
17 November
Kompilasi ini berhasil menyajikan cinta melalui sudut pandang alternatif
Sesaat sebelum memulai untuk menulis ulasan ini, saya sedang membongkar lemari penyimpanan majalah. Setelah berlumuran debu dan merasa putus asa, akhirnya saya harus mengikhlaskan diri mendapati fakta bahwa saya tidak menemukan majalah Hai edisi 6 tahun 2008. Majalah tersebut saya cari demi lebih utuh dalam mengulas salah satu kompilasi yang cukup saya kagumi, Independent Love Songs: and Love Will Never be The Same. Kagum, karena kompilasi ini berhasil menyampaikan maksudnya.
![]() |
Gambar 1, CD Kompilasi Independent Love Song: and Love Will Never be The Same (dok. pribadi) |

![]() |
Gambar 2. Majalah yang sehaursnya ditemukan (dok. Nugatama di Tokopedia) |
Dilanjutkan dengan The Bohays — “Pretty Boy”, sebuah garage rock tentang ketertarikan seorang wanita terhadap seorang pria. Sound pada track ini terdengar raw dan slengean, belum lagi liriknya yang agak ngawur. Track kelompok pemuja Yeah Yeah Yeahs ini merupakan salah satu track favorit saya dalam kompilasi ini.
Setelah “Pretty Boy” yang rusuh, “Am I Stupid Enough?” milik Rosewood menyambut dengan manis melalui petikan gitar yang hangat dalam folk pop. Tergambar melalui judulnya, lagu ini bercerita tentang betapa suka relanya kita menjadi bodoh pada saat kita sedang jatuh cinta.
Setelah manis, kita kembali diajak slengean bersama gempuran reggaedub beraroma daun lima jari a la “Love 2 C Ya Dance” milik Dubyouth. Alih-alih secara gamblang bercerita tentang cinta sepasang kekasih, “Love 2 C Ya Dance” menyajikan cinta dalam lingkup yang lebih luas. Salah satu yang menonjol dari track ini adalah perkusinya yang benar-benar mengundang anda untuk berdansa ria.
Sweet Martabak — “Cowok Gak Pernah Bilang Cinta” menempati urutan kelima dalam kompilasi ini. Sebuah hip-hop jujur tentang bagaimana seorang pria yang menganggap bahwa cinta tidak perlu diucapkan secara gamblang namun bisa terlihat dari laku. Dalam penyampaian tema utama tersebut, terselip pula lirik-lirik yang menyindir: “Habis manis, kolor dibuang. Habis manis, janin dibuang”. Kekuatan lirik tersebut ditunjang dengan beat yang dengan mudah membuat saya jatuh hati, sehingga membuat track ini menjadi favorit lainnya dari kompilasi ini.
Selanjutnya ada Elora dengan “Takkan Menyerah”. Lirik dan sound-nya sebenarnya cukup menjual apabila masuk ke dalam sebuah label mayor. Liriknya bercerita tentang perjuangan dalam cinta, sedangkan sound-nya entah kenapa mengigatkan saya kepada Element.
Favorit “All The Time” saya adalah track milik The S.I.G.I.T ini. “All The Time” sejatinya merupakan sebuah lamaran romantis yang disampaikan secara rock ‘n roll, baik melalui lirik maupun melalui sound-nya.
Pada nomor selanjutnya, “Hate Sunday” milik Everybody Loves Irene menyambut. Trip-hop kalem-kelam ini bercerita tentang bagaimana hari Minggu dapat menjadi suatu hari yang justru patut dibenci, apalagi jika Anda harus melaluinya seorang diri.
Kelam kemudian dijelang oleh suara cerah synthesizer dalam “Matraman” milik The Upstairs. Track new-wave ini menyajikan lirik satir tentang sia-sianya perjuangan seorang pria: “Kan ku persembahkan sekuntum mawar, aku di matraman, Kau di Kota Kembang”. Bayangkan. Lirik-lirik Jimi memang secara nyentrik selalu bagus.
Lagu manis lainnya dibawakan oleh Sweaters melalui “Lovelies”. Track ini merupakan sebuah indie-pop manis yang kiranya bercerita tentang white lies.
“The Object of My Affection” milik Mocca pun tak lupa turut masuk ke dalam kompilasi ini. Track swing ini secara sederhana menceritakan tentang jatuh cinta dan perasaan-perasaan yang timbul karenanya.
Perihal jatuh cinta pun disinggung oleh Efek Rumah Kaca melalui “Jatuh Cinta Itu Biasa Saja”. Menurut mereka jatuh cinta itu memang merupakan hal yang istimewa, namun tidak perlu berlebihan dalam menyikapinya.
Koil, sebuah band industrial rock kelam favorit saya, pun secara mengejutkan dapat turut membahas cinta. Melalui “Hanya Tinggal Kita Berdua”, Koil seolah-olah secara realistis memandang kemungkinan-kemungkinan yang harus dihadapi suatu pasangan dalam dunia paska kiamat.
March — “Romance Before March” menutup kompilasi ini dengan sebuah track emo/rock akustik. Track ini begitu sederhana karena hanya berisi suara gitar dan vokal, namun dapat terasa begitu emotive karena dibawakan dengan dinamika yang bagus. Liriknya secara sederhana adalah cinta a la anak emo. Sila coba dengarkan sendiri.
Melalui keempat belas track di dalamnya, sudut pandang-sudut pandang lain terhadap cinta dapat disajikan dengan baik. Pun memang berisi lagu-lagu terbaik di masanya. Selain itu, melalui kompilasi ini saya jadi mulai mengulik The Bohays dan Everybody Loves Irene yang sebelumnya belum pernah saya dengarkan di kala itu.
・・・
Catatan: Tolong sampaikan salam saya terhadap para personil The Bohays.
0 comments