Festivaland Day 1: Danilla (Jurnal Pertunjukan)

17 November


Ini ketiga kalinya saya menyaksikan penampilan Danilla, dan kelakuan beliau nyatanya semakin ajaib.

Gambar 1. Danilla sang anak ajaib (Dok. danillamusik pada Instagram)
Jumat malam, saya mulai mengendarai motor saya menuju arah Sampangan dalam perjalanan menuju Hutan Wisata Tinjomoyo. Berkendara melalui Sampangan? Sudah pernah. Berkendara melalui Sampangan untuk sampai ke Tinjomoyo? Belum pernah. SAMA SEKALI. Walhasil, yang bisa saya andalkan hanyalah insting penjelajah dan panduan sebuah aplikasi navigasi.

・・・

Dalam perjalanan menuju venue melalui sebuah jalur yang asing, saya mencatat beberapa hal yang sebaiknya sangat diperhatikan. Sangat perlu diperhatikan, karena mengabaikannya memperbesar kemungkinan bahwa durasi perjalanan Anda menjadi 2 kali lipat lebih penjang dari estimasi ataupun tersasar sampai dengan kurang/lebih 5 kali. Oleh karena beberapa resiko yang telah disebutkan, tips-tips berikut perlu dicamkan:

  1. Jangan pernah terlalu mempercayai insting Anda, kecuali Anda merupakan Spiderman.
  2. Jikalau jalur yang ditunjukkan oleh aplikasi navigasi yang Anda gunakan mulai terlihat meragukan, tak ada salahnya menepi dan melakukan konfirmasi dengan bertanya pada warga di sekitar jalan tersebut.
  3. Mbak-mbak wangi dan mas-mas ber-outer flanel bercelana jeans memiliki kemungkinan besar menuju ke venue yang sama.

Sesampainya di venue, saya terperangah melihat area parkir yang kurang baik terkelola, seolah belum disiapkan untuk pengunjung yang dengan tingkat keramaian seperti pada malam tersebut. Tingkat keramaian yang cukup perlu diwaspadai tersebut sepertinya disebabkan oleh penampil yang dijadwalkan pada malam itu: Fiersa Besari, yang notabene digilai kaum hawa, dan Danilla, yang notabene digilai kaum adam. Hipotesis ini nantinya akan terbukti melalui beberapa kalimat selanjutnya dalam tulisan ini.

Gambar 2. Rundown Festivaland hari pertama (Dok. festivaland.id pada Instagram)
・・・

Setelah akhirnya memarkirkan motor di sebuah area yang bahkan tidak ada petugasnya, saya berjalan menuju venue untuk selanjutnya secara tidak sengaja bertemu dengan dua teman semasa kuliah. Dari perbincangan yang dihasilkan, dapat disimpulkan bahwa kami bertiga datang pada malam itu hanya untuk menyaksikan salah satu penampil secara fokus, yaitu Danilla. Dan ya, dua teman saya ini juga termasuk ke dalam kaum adam.

Bersama menuju ke area depan panggung, kami akhirnya disuguhi kerumunan penonton Fiersa Besari yang perlu disusupi, walaupun akhirnya mendapatkan tempat yang masih kurang nyaman, namun sepertinya cukup untuk kami bertiga yang tidak terlalu melek soal Fiersa Besari.

Seusai Fiersa, maka yang kami tunggu adalah yang berikutnya dijadwalkan tampil. Beberapa penonton yang sebagian besar adalah wanita mulai berjalan keluar dari kerumunan. Karena cukup banyak penonton mulai beranjak, kami bertiga pada akhirnya dapat berada cukup dekat dengan panggung.

・・・

Danilla tampil dengan “Laguland” sebagai nomor pembuka. Lagu ini cukup saya tunggu mengingat ketukannya yang ganjil. Nomor-nomor lainnya yang memang ingin saya saksikan adalah “Kalapuna” dengan synthesizer yang sangat menggoda dan “Dari Sebuah Mimpi Buruk” dengan bagian “runtuh” yang sering membuat saya turut terbawa sakit hati. Beberapa lagu lain dari album Lintasan Waktu seperti “Meramu”, “Lintasan Waktu”, dan “Aaa” tak alpa dibawakan pada malam itu, pun “Ada di Sana” dan “Terpaut oleh Waktu” yang berasal dari album Telisik. Suara gitar Lafa mengambil porsi yang cukup pada penampilan malam itu, mengiringi Danilla yang bernyanyi sembari bergantian memainkan synthesizer dan gitar.


Gambar 3. Danilla (Dok. Dimas Iqbal P.)
Selain nyanyiannya, salah satu hal yang tidak kalah menarik untuk disimak adalah saat-saat beliau melakukan intermezzo. Beberapa topik yang diangkat di dalamnya bahkan tergolong ajaib, di antaranya: 1. mulas sebelum naik panggung yang membuat penonton perlu mempertanyakan status perutnya selama tampil, 2. sedikit cerita di balik “Dari Sebuah Mimpi Buruk”, 3. pesan untuk semua musisi agar terus berkarya, 4. bau tinja kucing yang mengingatkan akan rumah, dan 5. sebuah ulasan terkait salah satu minuman keras di Semarang. Selain topiknya yang menarik, intermezzo tersebut pun dibawakan dengan gaya cuek, sembari memegang sebuah rokok dan sedikit selingan sendawa di momen yang tidak tepat, membuat yang tidak kenal dengan sosoknya mulai mempertimbangkan kelakuan beliau.


Gambar 3. Danilla saat mulai sebats (Dok. danillamusik pada Instagram)
・・・

Penampilan Danilla pada malam tersebut ditutup dengan dibawakannya “Ini dan Itu”, sebuah lagu yang tidak saya sangka akan menempati urutan terbawah pada setlist. Seusai lagu tersebut dibawakan, gelaran Festivaland hari pertama pun resmi ditutup bersamaan dengan turunnya Danilla dari panggung.

Baca Pula

0 comments